To have in faith for what we do is a simply.
It's only connecting with nerves which run
beyond mind. Even there's an unique addictly
feeling in doing it. Let's say, korek kuping or ngupil
we didnt even mention it in daily activity when
teacher asked for homework article.
**Listening "just feel better" Santana feat. Aerosmith**
Smart discussion is a simply even for dummies.
simply act is a planned multi-worked organized
nerves systems. A cliche says 'think globally,
act locally'.
10% adult would be hardly applicate this cliche.
10% from the 90 were thingkin' how to manage this
25% from the 90 of the rest 90% would be strongly
understand this sentences.
60% from the 75 % really...really understand.
Rest (including me) tried not to disscuss.
Find the private legend as Paul Coelho explained
are only about two choices.
Brave or not brave! symply isn't it?
Who dares to tell me not to believe in the power
of faith, gain and pray?.
For god sake! Not even Clinton, I believe,
brave to bet for his private legend.
But, I believe there are such people who get their
legend. Now maybe they be in their hidden place
to secretly enjoy their orgasm of life!!
I felt jealous to people who get many congrats greetings
in birthday, new year celebration, in phone conversation
for hours (Gee! what are they talking 'bout?)
or, being so important to ring the party bell.
Now, I'm trying not to anymore. I'm save in my on
scheme and skin. Just do any little simply to fell
BETTER.
Healling hidden place, 1:24 am.
Friday, January 26, 2007
Monday, January 22, 2007
dim sum and the complexity
Tak baik menghadapkan hati pada suatu masalah pelik.
Karena sebenarnya kita bisa menghindarinya.
Pengalaman hari ini mengajarkan ku pada pentingnya
kita mengenali suara hati.
***
Jam 21:30 kami bertemu, dengan agenda awal, ngobrol-ngobrol.
Sudah setahun kami tidak bertemu, e-mail, atau telepon.
Cuma sms, sewaktu aku iseng-iseng buka-buka phonebook di handphone.
RHay, itu nama yang kusimpan. Kepanjangan dari Raga Hayga.
Sekarang kami ada di Cafe Grey Sand, sedang menunggu dimsum
dan jus lemonku. Dia cuma kopi. Selalu kopi.
Waktu dilihatnya aku dengan lahapnya makan, mungkin dia ngiler,
diambilnya juga sumpit yang disediakan di meja.
Sambil mengunyah aku melirik dan tersenyum.
Apalagi pembuka pembicaraan selain basa-basi. Karena, tadi sudah
kukatakan kalau aku kangen. Tak sedap kedengarannya kalau harus
kuulang berkali-kali. Padahal ingin sekali aku mengatakannya
beberapa kali lagi, sambil merapatkan gigi dan menggenggam jarinya.
Sesungguhnya yang aku mau, hanya berlama-lama dengan dia,
tak ada yang mesti di bicarakan, karena ngga ada interest yang mesti
dibicarakan. Tapi cafenya cuma sampe jam 12. Kami sama-sama bukan
warga kota ini, tidak punya banyak referensi tempat untuk didatangi.
Kalau ke apartemennya, itu hanya menimbulkan masalah baru.
Setahun ini kami tidak akrab, cuma karena masalah klise tentang dua
pendiam yang terkurung suntuk di apartemennya.
Ketemuan kali ini di prakarsai kedatangan seorang teman lama, teman
kami berdua, yang siang tadi sudah pergi. Aku juga lihat keinginan
yang sama di matanya. Entah keputusan apa yang terjadi dalam 5 menit
ini. Tiba-tiba dia mengajakku ke cafe lain yang buka 24 jam.
Dalam taxi kami cuma mengomentari makanan tadi sambil mencari tau
isi hati masing-masing. Masihkah dia mau bersamaku malam ini?
Usulku, ke apartemenmu aja yuk?. Dia agak kaget, tapi masih ada
couriousity yang tertangkap visual retinaku.
Dari sini semua kepelikan itu seakan menemui momentumnya yang baru.
Begitu mudahnya begulir, semudah kata "ya".
Kompleksity juga dapat dihindari semudah "no".
Tapi terbayangkah proses yang terjadi di dalam aliran darah,
denyut cardio, nerves metabolism? atau bahkan tarikan nafas?
yang semuanya parasimpatis. se-parasimpatis "no" atau "yes".
hidden place, kompas (finishing touch) 2:14 am
Karena sebenarnya kita bisa menghindarinya.
Pengalaman hari ini mengajarkan ku pada pentingnya
kita mengenali suara hati.
***
Jam 21:30 kami bertemu, dengan agenda awal, ngobrol-ngobrol.
Sudah setahun kami tidak bertemu, e-mail, atau telepon.
Cuma sms, sewaktu aku iseng-iseng buka-buka phonebook di handphone.
RHay, itu nama yang kusimpan. Kepanjangan dari Raga Hayga.
Sekarang kami ada di Cafe Grey Sand, sedang menunggu dimsum
dan jus lemonku. Dia cuma kopi. Selalu kopi.
Waktu dilihatnya aku dengan lahapnya makan, mungkin dia ngiler,
diambilnya juga sumpit yang disediakan di meja.
Sambil mengunyah aku melirik dan tersenyum.
Apalagi pembuka pembicaraan selain basa-basi. Karena, tadi sudah
kukatakan kalau aku kangen. Tak sedap kedengarannya kalau harus
kuulang berkali-kali. Padahal ingin sekali aku mengatakannya
beberapa kali lagi, sambil merapatkan gigi dan menggenggam jarinya.
Sesungguhnya yang aku mau, hanya berlama-lama dengan dia,
tak ada yang mesti di bicarakan, karena ngga ada interest yang mesti
dibicarakan. Tapi cafenya cuma sampe jam 12. Kami sama-sama bukan
warga kota ini, tidak punya banyak referensi tempat untuk didatangi.
Kalau ke apartemennya, itu hanya menimbulkan masalah baru.
Setahun ini kami tidak akrab, cuma karena masalah klise tentang dua
pendiam yang terkurung suntuk di apartemennya.
Ketemuan kali ini di prakarsai kedatangan seorang teman lama, teman
kami berdua, yang siang tadi sudah pergi. Aku juga lihat keinginan
yang sama di matanya. Entah keputusan apa yang terjadi dalam 5 menit
ini. Tiba-tiba dia mengajakku ke cafe lain yang buka 24 jam.
Dalam taxi kami cuma mengomentari makanan tadi sambil mencari tau
isi hati masing-masing. Masihkah dia mau bersamaku malam ini?
Usulku, ke apartemenmu aja yuk?. Dia agak kaget, tapi masih ada
couriousity yang tertangkap visual retinaku.
Dari sini semua kepelikan itu seakan menemui momentumnya yang baru.
Begitu mudahnya begulir, semudah kata "ya".
Kompleksity juga dapat dihindari semudah "no".
Tapi terbayangkah proses yang terjadi di dalam aliran darah,
denyut cardio, nerves metabolism? atau bahkan tarikan nafas?
yang semuanya parasimpatis. se-parasimpatis "no" atau "yes".
hidden place, kompas (finishing touch) 2:14 am
'ntah
Pada bagian ini aku akan jadi Andre saja,
tidak begitu peduli dengan apapun yang terjadi
di sekeliling ku. Kata Andre, aku boleh melakukan
apa saja,semauku. Boleh ngga pulang ke rumah,
boleh ngga mandi, boleh makan mie dua porsi,
boleh pake baju yang pendek sampe kelihatan punggung,
boleh ga cuci muka, boleh ngga pake sendal kemana-mana,
boleh menghembuskan asap rokok dan menjentikkan abu
kemana-mana, boleh repeat lagu Cruisin'-nya Gwyneth
Paltrow seharian.
Bila aku sudah puas menjadi Andre, aku akan menjadi
si -jerk-bored-person. Aku ga pernah berhasil jadi
teman yang baik. I keep loosing friends along my way.
Sekarang, setiap ketemu temen hang out yang baru
yang agak cocok, aku berjanji untuk menjaganya,
se-ngebetein pun dia. Aku juga keep trying menjadi
orang yang menyenangkan bagi semua orang, memberikan
manfaat, solusi, be a shoulder to cry.
Tapi lagi-lagi, niat cuma tinggal niat, yang paling
bisa bertahan selama 8 menit saja.
Kompas, 2:06 am
tidak begitu peduli dengan apapun yang terjadi
di sekeliling ku. Kata Andre, aku boleh melakukan
apa saja,semauku. Boleh ngga pulang ke rumah,
boleh ngga mandi, boleh makan mie dua porsi,
boleh pake baju yang pendek sampe kelihatan punggung,
boleh ga cuci muka, boleh ngga pake sendal kemana-mana,
boleh menghembuskan asap rokok dan menjentikkan abu
kemana-mana, boleh repeat lagu Cruisin'-nya Gwyneth
Paltrow seharian.
Bila aku sudah puas menjadi Andre, aku akan menjadi
si -jerk-bored-person. Aku ga pernah berhasil jadi
teman yang baik. I keep loosing friends along my way.
Sekarang, setiap ketemu temen hang out yang baru
yang agak cocok, aku berjanji untuk menjaganya,
se-ngebetein pun dia. Aku juga keep trying menjadi
orang yang menyenangkan bagi semua orang, memberikan
manfaat, solusi, be a shoulder to cry.
Tapi lagi-lagi, niat cuma tinggal niat, yang paling
bisa bertahan selama 8 menit saja.
Kompas, 2:06 am
Sunday, January 21, 2007
kosong
Bahkan, tak ada lagi
seorang pun yang aku minta
agar berbohong untuk
menyamankan ku
Bahkan, tak ada lagi
yang berteduh di berandaku
atau makan siang di dapurku
aku begitu kosong
bahkan tak ada lagi orang
yang harus dengan berat
untuk ku lepas
***
Hampir Setahun yang lalu aku memutuskan
untuk bersama orang yang biasa-biasa saja
agar seseorang itu tidak bisa
mendeteksi keanehan jiwaku,
tidak mendeteksi liarnya auraku
tapi, bahkan orang yang sederhanapun
tidak mampu menalarku.
Pada siapa lagi kutumpahkan penat ini
tak ada pohon rindang yang cukup lebar
untuk meneduhi ku lagi.
hidden place, 22 januari 03 am.
seorang pun yang aku minta
agar berbohong untuk
menyamankan ku
Bahkan, tak ada lagi
yang berteduh di berandaku
atau makan siang di dapurku
aku begitu kosong
bahkan tak ada lagi orang
yang harus dengan berat
untuk ku lepas
***
Hampir Setahun yang lalu aku memutuskan
untuk bersama orang yang biasa-biasa saja
agar seseorang itu tidak bisa
mendeteksi keanehan jiwaku,
tidak mendeteksi liarnya auraku
tapi, bahkan orang yang sederhanapun
tidak mampu menalarku.
Pada siapa lagi kutumpahkan penat ini
tak ada pohon rindang yang cukup lebar
untuk meneduhi ku lagi.
hidden place, 22 januari 03 am.
MENTHA PIPERITA
MENTHOL LIGHTS
MENTHA
PIPERITA
RECIPE
LUCKY
STRIKE
IT'S TOASTED
CIGARETTES
---
BRITISH AMERICAN
TOBACCO
INDONESIA
LUCKY STRIKE
LUCKIES DISTINCTIVE TASTE IS BASED UPON OUR
ORIGINAL RECIPE. IT'S TOASTED. ESTABLISHED 1871.
MADE BY BAT INDONESIA Tbk JAKARTA,
UNDER AUTHORITY OF BRITISH AMERICAN
TOBACCO (BRANDS) INC.
8998 1122
20 CLASS CIGARETTES
---
MENTHOL LIGHTS
OUR RECIPE
We added Mentha Piperita
to this Lucky recipe for a
refreshing fusion of cool
menthol and rich tobaccos.
"It's Toasted".
MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN
KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI
DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN
---
8MG TAR 0,7 NIKOTIN
HANYA UNTUK DIJUAL KEPADA
PEROKOK BERUSIA 18 TAHUN KE ATAS
---
LUCKY STRIKE
MENTHOL LIGHTS
ESTB
1871
BLENDED WITH
TOASTED BURLEY
---
LUCKY
STRIKE
MENTHOL LIGHTS
-------------------------------------
EST.1871
MENTHA
PIPERITA
RECIPE
LUCKY
STRIKE
IT'S TOASTED
CIGARETTES
---
BRITISH AMERICAN
TOBACCO
INDONESIA
LUCKY STRIKE
LUCKIES DISTINCTIVE TASTE IS BASED UPON OUR
ORIGINAL RECIPE. IT'S TOASTED. ESTABLISHED 1871.
MADE BY BAT INDONESIA Tbk JAKARTA,
UNDER AUTHORITY OF BRITISH AMERICAN
TOBACCO (BRANDS) INC.
8998 1122
20 CLASS CIGARETTES
---
MENTHOL LIGHTS
OUR RECIPE
We added Mentha Piperita
to this Lucky recipe for a
refreshing fusion of cool
menthol and rich tobaccos.
"It's Toasted".
MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN
KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI
DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN
---
8MG TAR 0,7 NIKOTIN
HANYA UNTUK DIJUAL KEPADA
PEROKOK BERUSIA 18 TAHUN KE ATAS
---
LUCKY STRIKE
MENTHOL LIGHTS
ESTB
1871
BLENDED WITH
TOASTED BURLEY
---
LUCKY
STRIKE
MENTHOL LIGHTS
-------------------------------------
EST.1871
Aceh Tamiang (Pasca Banjir)
Leo, Panji, Impian, Maria, Wiwik dan aku. Ber-enam
kami se-mobil ke RS. Pertamina Brandan, menunaikan
tugas.Aku mengiming-imingi mereka makan siang
ikan aji-aji bakar di pasar tradisional brandan,
Tanjung Mutiara nama warungnya. Aku sama Pak Tommy
beberapa kali kesana. Rasanya dahsyat, sampe Pak
Tommy -yang ngga biasa-biasanya- sampe minta nasi
tambah. Yang bikin special dan beda dari tempat
manapun, sambel 'laot'nya itu. Komposisinya cuma
cabe rawit, bawang, terasi plus jeruk nipis,
Tapi! oh, Neptunus!I bet you'll wont never forget
the fabulousy!Ikannya lumayan besar. Jadi, kalau
budget terbatas, bisa seekor buat berdua. Dibakar,
dan diolesi bumbu yang alamak jang! Singgah la kesana
kalau kalian melewati Kota Brandan.
Setibanya di Rumah sakit, kami makan lontong mie
yang udah dingin, karena di sajikan menjelang makan
siang. Sampe jam 2 kami disana. Tapi karena kami
harus ke Pangkalan Susu dan Kuala Simpang menjumpai
klien yang lain, kami ngga kepikiran lagi untuk makan
siang disana.
Setelah beres di P. Susu kami langsung cabut dengan
terburu-buru ke Kuala simpang. Begitu memasuki
Besitang, kami melihat sisa-sisa banjir. Mulai dari
rumput-rumput yang berbalur lumpur sampai kasur-kasur
yang dijemur di depan rumah-rumah. Furthermore,
kami mulai menyusuri Kabupaten Aceh Tamiang,
lagu-lagu dari laptop ini, mulai tak didengar lagi.
Awalnya, semua bengong, ngga nyangka kalau yang
diberitakan di media-media, aslinya sedahsyat ini.
Semua ngaku, kalau ngga begitu mengikuti semua berita-
berita itu.
Aku memperhatikan, terutama rumah beton, karena dari
cat temboknya bisa dilihat setinggi apa air yang pernah
melewatinya. Dibeberapa titik, ada juga tenda-tenda
darurat yang disponsori UNICEF. Satu kata yang terus
ku ulang. Dahsyat!. Waktu lewat dari sungai Raya,
yang sekarang jadi begitu lebarnya dan terbuka.
Aku membatin ...wah ni dia sumbernya...siapa
yang membuatnya begitu marah?
Memasuki ibukota kabupaten, speechles!
Aku pernah beberapa kali melewati kota ini, sekarang
tak ada yang kukenali selain gedung kantor bupati
dan gedung tank (ini sebutanku, ada banguna menyerupai
mobil tank). Warna mayoritas, coklat lumpur. Suram.
Leo yang humoris cuma diam. Cuma satu yang mencolok
disana, Toko Sepatu, aku lupa namanya. Cuma itu yang
bersih dan mengkilat.
Sekeluar dari Rumah sakit, kami singgah untuk makan
siang (atau malam kali ya? karena udah jam 5.30 sore)
disebuah warung sop. Rasanya enak, lumayan menghilang
kan penat sesudah bekerja. Kami juga disuguhi gado-
gado yang uenak tenan.
Perjalanan pulang ternyata lebih mengharukan, karena
waktu menuju Rumah Sakit Pertamina kami tidak melewati
jalan biasa, tapi memutar karena ada tanda dilarang
lewat. Waktu pulang, kami coba lewat jalan biasa
(sayang, aku ngga tau apa nama jalan itu),
Perkampungan padat penduduk, keadaannya parah,
meyedihkan, lumpur along the view, musik pun dimatikan
sebagai tanda bela sungkawa. Kami juga melewati
pekuburan cina yang sudah disulap jadi hunian darurat.
Masuk akal, karena letaknya agak tinggi.
Hari punmulai menggelap, cewe-cewe di bangku depan
bertelepon dengan anak atau suami. Sementara, aku
membatin...
...
maafkan aku Aceh Tamiang,
karena kemarin aku tidak peduli
bahkan untuk mencari tau kabar kalian.
Setelah melihat semua ini,
paling tidak sebaris doa
kusampaikan untuk kalian.
lumpur tak mengaburkan hatimu
air tak menyurutkan langkahmu
kabar gembira bagi kalian semua
yang telah teruji kesabaran dan
ketabahannya.
tak kulihat keluh di wajah tua muda
yang berlumuran lumpur saat membersihkan
rumah dan dan halaman dari endapan.
bahkan, sekilas melalui jendela mobil
aku melihat kebersamaan dan gotong royong
aku juga melihat padi-padi yang sudah disemai
di sawah kalian.
...
You've survived!
Medan, 17 Januari 2007. 8 pm.
kami se-mobil ke RS. Pertamina Brandan, menunaikan
tugas.Aku mengiming-imingi mereka makan siang
ikan aji-aji bakar di pasar tradisional brandan,
Tanjung Mutiara nama warungnya. Aku sama Pak Tommy
beberapa kali kesana. Rasanya dahsyat, sampe Pak
Tommy -yang ngga biasa-biasanya- sampe minta nasi
tambah. Yang bikin special dan beda dari tempat
manapun, sambel 'laot'nya itu. Komposisinya cuma
cabe rawit, bawang, terasi plus jeruk nipis,
Tapi! oh, Neptunus!I bet you'll wont never forget
the fabulousy!Ikannya lumayan besar. Jadi, kalau
budget terbatas, bisa seekor buat berdua. Dibakar,
dan diolesi bumbu yang alamak jang! Singgah la kesana
kalau kalian melewati Kota Brandan.
Setibanya di Rumah sakit, kami makan lontong mie
yang udah dingin, karena di sajikan menjelang makan
siang. Sampe jam 2 kami disana. Tapi karena kami
harus ke Pangkalan Susu dan Kuala Simpang menjumpai
klien yang lain, kami ngga kepikiran lagi untuk makan
siang disana.
Setelah beres di P. Susu kami langsung cabut dengan
terburu-buru ke Kuala simpang. Begitu memasuki
Besitang, kami melihat sisa-sisa banjir. Mulai dari
rumput-rumput yang berbalur lumpur sampai kasur-kasur
yang dijemur di depan rumah-rumah. Furthermore,
kami mulai menyusuri Kabupaten Aceh Tamiang,
lagu-lagu dari laptop ini, mulai tak didengar lagi.
Awalnya, semua bengong, ngga nyangka kalau yang
diberitakan di media-media, aslinya sedahsyat ini.
Semua ngaku, kalau ngga begitu mengikuti semua berita-
berita itu.
Aku memperhatikan, terutama rumah beton, karena dari
cat temboknya bisa dilihat setinggi apa air yang pernah
melewatinya. Dibeberapa titik, ada juga tenda-tenda
darurat yang disponsori UNICEF. Satu kata yang terus
ku ulang. Dahsyat!. Waktu lewat dari sungai Raya,
yang sekarang jadi begitu lebarnya dan terbuka.
Aku membatin ...wah ni dia sumbernya...siapa
yang membuatnya begitu marah?
Memasuki ibukota kabupaten, speechles!
Aku pernah beberapa kali melewati kota ini, sekarang
tak ada yang kukenali selain gedung kantor bupati
dan gedung tank (ini sebutanku, ada banguna menyerupai
mobil tank). Warna mayoritas, coklat lumpur. Suram.
Leo yang humoris cuma diam. Cuma satu yang mencolok
disana, Toko Sepatu, aku lupa namanya. Cuma itu yang
bersih dan mengkilat.
Sekeluar dari Rumah sakit, kami singgah untuk makan
siang (atau malam kali ya? karena udah jam 5.30 sore)
disebuah warung sop. Rasanya enak, lumayan menghilang
kan penat sesudah bekerja. Kami juga disuguhi gado-
gado yang uenak tenan.
Perjalanan pulang ternyata lebih mengharukan, karena
waktu menuju Rumah Sakit Pertamina kami tidak melewati
jalan biasa, tapi memutar karena ada tanda dilarang
lewat. Waktu pulang, kami coba lewat jalan biasa
(sayang, aku ngga tau apa nama jalan itu),
Perkampungan padat penduduk, keadaannya parah,
meyedihkan, lumpur along the view, musik pun dimatikan
sebagai tanda bela sungkawa. Kami juga melewati
pekuburan cina yang sudah disulap jadi hunian darurat.
Masuk akal, karena letaknya agak tinggi.
Hari punmulai menggelap, cewe-cewe di bangku depan
bertelepon dengan anak atau suami. Sementara, aku
membatin...
...
maafkan aku Aceh Tamiang,
karena kemarin aku tidak peduli
bahkan untuk mencari tau kabar kalian.
Setelah melihat semua ini,
paling tidak sebaris doa
kusampaikan untuk kalian.
lumpur tak mengaburkan hatimu
air tak menyurutkan langkahmu
kabar gembira bagi kalian semua
yang telah teruji kesabaran dan
ketabahannya.
tak kulihat keluh di wajah tua muda
yang berlumuran lumpur saat membersihkan
rumah dan dan halaman dari endapan.
bahkan, sekilas melalui jendela mobil
aku melihat kebersamaan dan gotong royong
aku juga melihat padi-padi yang sudah disemai
di sawah kalian.
...
You've survived!
Medan, 17 Januari 2007. 8 pm.
"bukan foto saya"
"apa buktinya itu foto saya?"
"tapi ini foto kamu!"
"bukan! ini bukan saya"
"bukan? maksudnya?"
"iya, ini bukan foto saya"
"kenapa begitu mirip?"
"memang mirip, tapi ini bukan saya"
"lantas, bagaimana anda menjelaskan kartu
identitas ini? data dalam berita acara juga sama
dengan kartu identitas anda, apalagi
pembelaan anda? kenapa anda tidak mengaku?"
"karena itu memang bukan saya! foto itu dibuat
2 tahun lalu, dan saya bukanlah diri saya ketika
foto itu digambar. saya berubah setahun yang lalu.
Jadi semua perbuatan saya setahun yang lalu,
tidka bisa di tuntut di pengadilan manapun.
Saya tegaskan lagi, tidak bisa dituntut di
pengadilan manapun"
Medan, 21 Januari 2007, 01:40 am
"tapi ini foto kamu!"
"bukan! ini bukan saya"
"bukan? maksudnya?"
"iya, ini bukan foto saya"
"kenapa begitu mirip?"
"memang mirip, tapi ini bukan saya"
"lantas, bagaimana anda menjelaskan kartu
identitas ini? data dalam berita acara juga sama
dengan kartu identitas anda, apalagi
pembelaan anda? kenapa anda tidak mengaku?"
"karena itu memang bukan saya! foto itu dibuat
2 tahun lalu, dan saya bukanlah diri saya ketika
foto itu digambar. saya berubah setahun yang lalu.
Jadi semua perbuatan saya setahun yang lalu,
tidka bisa di tuntut di pengadilan manapun.
Saya tegaskan lagi, tidak bisa dituntut di
pengadilan manapun"
Medan, 21 Januari 2007, 01:40 am
Yanti dan Pria Itu di Gunung Sibayak
Yanti ... !!!
Dimana kau, kupikir aku sudah segitu egoisnya
ga main ke kompas dan menjumpai seminggu ini,
rupanya, waktu kemaren aku ke Kompas,
Edo malah nanya apa kau udah pulang dari Sibayak
ato belum, dengan kecil hati kubilang nggak tau.
Malah aku tanya sama siapa perginya, sblm di jawabnya
Kutebak, pasti pergi sama anak-anak ITM.
Iya, katanya. Aku langsung Il-Feel.
Katanya juga, kalau dia cemas, karena ga ada
handphone yang bisa dihubungi dan menurut rencana,
waktu kau meneleponnya, kalian mau pulang Kamis Day.
Tapi ini udah Sabtu Day, tapi kalian belum ada juga.
Iseng-iseng *suer! cuma iseng* aku telpon nomermu.
Ga aktif. Edo nanya, aku cemas ato ngga? kubilang,
engga tuh! dia kan sama pria-pria itu. Biarin aja.
Yanti, kalau kau pulang, dan membaca ini,
aku mau minta maaf, kalau aku ga pernah exited
tentang cerita-ceritamu tentang pria itu,
(sebut saja Marco, bukan nama sebenarnya)
karena, aku ga ngerasa ada cinta disana.
Dan ga ada jiwa lali-laki petualang di Marco.
Beda, kan? gimana aku waktu ketemu Opank (nama
samaran -red). Bukan karena ditraktir kopi,
tap aku ngerasain keberadaan jiwa Opank,
dia hidup, menjadi dirinya, sebagai lelaki.
Walaupun, sms-sms manjanya itu terlalu berlebihan
menurutku, karena pria-pria tough yang ku kenal tak
pernah begitu kecuali Eric (nama sebenarnya -red).
Atau, gimana aku semangatnya jodohin kau sama
agam peut neuk aneuk mata itu. Aku suka melihat
kepintarannya, bicaranya, sikap tubuhnya
*sikap Yan! s i k a p! bukan bau tubuh*
dia juga muslim *kalau itu penting buatmu*
dia juga anak K*m**s lagi. Kau masih ingat kan?
Betapa kerennya anak-anak mapala kita kalau di
bandingkan Karang Taruna yang di depan pendopo itu.
Tapi, semua terserahmu sayangku!
Asal kau masih tetap mau mengutangiku setiap bulan,
aku akan medengar your F**k*ng B**lsh*t tentang
pria itu.
Sorry, kalau terlalu naif. That's why we
keep loosing friend in our journey.
Dimana kau, kupikir aku sudah segitu egoisnya
ga main ke kompas dan menjumpai seminggu ini,
rupanya, waktu kemaren aku ke Kompas,
Edo malah nanya apa kau udah pulang dari Sibayak
ato belum, dengan kecil hati kubilang nggak tau.
Malah aku tanya sama siapa perginya, sblm di jawabnya
Kutebak, pasti pergi sama anak-anak ITM.
Iya, katanya. Aku langsung Il-Feel.
Katanya juga, kalau dia cemas, karena ga ada
handphone yang bisa dihubungi dan menurut rencana,
waktu kau meneleponnya, kalian mau pulang Kamis Day.
Tapi ini udah Sabtu Day, tapi kalian belum ada juga.
Iseng-iseng *suer! cuma iseng* aku telpon nomermu.
Ga aktif. Edo nanya, aku cemas ato ngga? kubilang,
engga tuh! dia kan sama pria-pria itu. Biarin aja.
Yanti, kalau kau pulang, dan membaca ini,
aku mau minta maaf, kalau aku ga pernah exited
tentang cerita-ceritamu tentang pria itu,
(sebut saja Marco, bukan nama sebenarnya)
karena, aku ga ngerasa ada cinta disana.
Dan ga ada jiwa lali-laki petualang di Marco.
Beda, kan? gimana aku waktu ketemu Opank (nama
samaran -red). Bukan karena ditraktir kopi,
tap aku ngerasain keberadaan jiwa Opank,
dia hidup, menjadi dirinya, sebagai lelaki.
Walaupun, sms-sms manjanya itu terlalu berlebihan
menurutku, karena pria-pria tough yang ku kenal tak
pernah begitu kecuali Eric (nama sebenarnya -red).
Atau, gimana aku semangatnya jodohin kau sama
agam peut neuk aneuk mata itu. Aku suka melihat
kepintarannya, bicaranya, sikap tubuhnya
*sikap Yan! s i k a p! bukan bau tubuh*
dia juga muslim *kalau itu penting buatmu*
dia juga anak K*m**s lagi. Kau masih ingat kan?
Betapa kerennya anak-anak mapala kita kalau di
bandingkan Karang Taruna yang di depan pendopo itu.
Tapi, semua terserahmu sayangku!
Asal kau masih tetap mau mengutangiku setiap bulan,
aku akan medengar your F**k*ng B**lsh*t tentang
pria itu.
Sorry, kalau terlalu naif. That's why we
keep loosing friend in our journey.
Jerry si Tikus
Toloooong!
kamarku kemasukan tikus.
darimana aku tau?
awalnya ku kira aku lupa beli sabun mandi,
waktu aku mandi kok sabun mandinya ga ada
trus aku beli lagi yang baru, pake uang seribu
logam dari celengan cheetos ku.
besoknya, waktu aku pulang
-pulang cuma sehari sekali buat mandi,
trus pergi lagi-
oo,, dia menggigit sabun kuuuuu !!!
Segera kulihat lubang kamar mandi,
bener aja! tutupnya lupa dikunci.
kubersihkan bekas gigitannya dengan pisau
yang kuambil dari Garuda waktu aku ke Solo
tahun lalu.
Besoknya waktu aku pulang mau mandi lagi,
Oh! neptunus! sabun johnson-johnson itu hilang!!
segera sekali *dengan marah* kuliat
lubang itu lagi. Kok terbuka ya?
Dengan otak yang cerdas aku berpikir kalau tikus
itu yang membukanya, karna aku tidak memutar kunciannya.
Dengan sisa kecerdasanku aku berpikir,
kenapa sabun ya? does it taste like cheese, jerry?
'cuz it doesn't at all, look like a cheese.
Jadilah aku mandi dengan sisa lulur bengkoang
yang cuma cukup buat ketek ama sekitar dada.
Besoknya lagi, waktu Elsi numpang mandi,
dibelikannya aku sabun Lux Mawar yang ada gel merahnya.
Lumayan juga pikirku.
Tapi, lagi-lagi! demi saus thausand island yang lezat!
dia menggigit sabunku, tapi yang mengherankan,
kenapa cuma digigit ya? kok ga dibawa?
hehehe... maybe, jerry is still a baby, so he likes
the baby stuff.
Dan, yap! lubang sanitasinya terbuka,
dengan cerdasnya aku berpkir, kalau dia memutar
\kunciannya.
Jadilah kemarin aku meninggalkan kamar mandiku
dengan mengganjal lobang sanitasi dengan botol
sisa creamer yang sedang direndam untuk dijadikan
tempat nutrisari sachet ukuran 0,5 kg.
Tadi pagi, karena botolnya udah bersih,
waktu aku pergi meninggalkan kamarku untuk online
gratisan di perpustakaan, aku mengganjal lobangnya
dengan batu yang kubawa pulang dari Tangkahan
beberapa tahun lalu. lumayan berat, pikirku
dengan kecerdasanku yang sudah mulai dipermainkan
tikus.
Tapi lagi! olala, waktu aku sedang menonton konser
opera The Proms di TVRI, yang belakangan aku tau
ternyata itu acara 4 tahun lalu *Please deh TVRI!*
ada suara dari kamar mandi,
AHA! dia, jerry, si tikus, sedang memutar penutup
lobang sanitasiku. Haha! i'll beat you this time!
Kubiarkankan saja, karena aku yakin, batu itu
strong enough untuk menahannya.
Tapi, tapi, but, but !! dia berhasil menggeser batunya.
Segera kubentak dia, berharap dia takut dan kabur.
Gawat juga tikus satu ini, cepat kali belajarnya.
Jadilah malam ini aku mengganjal lobangnya dengan
ember. susah juga sih, menghalangi aktivitas ke kamar
mandi. Tapi biarlah malam ini begitu dulu, besok pagi
mudah-mudahan aku masih punya kecerdasan untuk
melindungikamarku yang baru kubayar sewanya
-setelah direpetin- 3 hari lalu.
Medan, 21 Januari. 02:20 am
kamarku kemasukan tikus.
darimana aku tau?
awalnya ku kira aku lupa beli sabun mandi,
waktu aku mandi kok sabun mandinya ga ada
trus aku beli lagi yang baru, pake uang seribu
logam dari celengan cheetos ku.
besoknya, waktu aku pulang
-pulang cuma sehari sekali buat mandi,
trus pergi lagi-
oo,, dia menggigit sabun kuuuuu !!!
Segera kulihat lubang kamar mandi,
bener aja! tutupnya lupa dikunci.
kubersihkan bekas gigitannya dengan pisau
yang kuambil dari Garuda waktu aku ke Solo
tahun lalu.
Besoknya waktu aku pulang mau mandi lagi,
Oh! neptunus! sabun johnson-johnson itu hilang!!
segera sekali *dengan marah* kuliat
lubang itu lagi. Kok terbuka ya?
Dengan otak yang cerdas aku berpikir kalau tikus
itu yang membukanya, karna aku tidak memutar kunciannya.
Dengan sisa kecerdasanku aku berpikir,
kenapa sabun ya? does it taste like cheese, jerry?
'cuz it doesn't at all, look like a cheese.
Jadilah aku mandi dengan sisa lulur bengkoang
yang cuma cukup buat ketek ama sekitar dada.
Besoknya lagi, waktu Elsi numpang mandi,
dibelikannya aku sabun Lux Mawar yang ada gel merahnya.
Lumayan juga pikirku.
Tapi, lagi-lagi! demi saus thausand island yang lezat!
dia menggigit sabunku, tapi yang mengherankan,
kenapa cuma digigit ya? kok ga dibawa?
hehehe... maybe, jerry is still a baby, so he likes
the baby stuff.
Dan, yap! lubang sanitasinya terbuka,
dengan cerdasnya aku berpkir, kalau dia memutar
\kunciannya.
Jadilah kemarin aku meninggalkan kamar mandiku
dengan mengganjal lobang sanitasi dengan botol
sisa creamer yang sedang direndam untuk dijadikan
tempat nutrisari sachet ukuran 0,5 kg.
Tadi pagi, karena botolnya udah bersih,
waktu aku pergi meninggalkan kamarku untuk online
gratisan di perpustakaan, aku mengganjal lobangnya
dengan batu yang kubawa pulang dari Tangkahan
beberapa tahun lalu. lumayan berat, pikirku
dengan kecerdasanku yang sudah mulai dipermainkan
tikus.
Tapi lagi! olala, waktu aku sedang menonton konser
opera The Proms di TVRI, yang belakangan aku tau
ternyata itu acara 4 tahun lalu *Please deh TVRI!*
ada suara dari kamar mandi,
AHA! dia, jerry, si tikus, sedang memutar penutup
lobang sanitasiku. Haha! i'll beat you this time!
Kubiarkankan saja, karena aku yakin, batu itu
strong enough untuk menahannya.
Tapi, tapi, but, but !! dia berhasil menggeser batunya.
Segera kubentak dia, berharap dia takut dan kabur.
Gawat juga tikus satu ini, cepat kali belajarnya.
Jadilah malam ini aku mengganjal lobangnya dengan
ember. susah juga sih, menghalangi aktivitas ke kamar
mandi. Tapi biarlah malam ini begitu dulu, besok pagi
mudah-mudahan aku masih punya kecerdasan untuk
melindungikamarku yang baru kubayar sewanya
-setelah direpetin- 3 hari lalu.
Medan, 21 Januari. 02:20 am
Wednesday, January 10, 2007
Jam Pasir dan Peta
Begitu bebal nya aku!
masih juga percaya pada fatamorgana
tapi jangan salahkan aku...
semuanya begitu nyata
bahkan aku bisa mendengar riak air
aku juga melihat burung-burung
dan hewan gurun lain singgah di sana
tanda-tanda juga mengarahkan ku ke sana
hanya hati ku yang mengatakan tidak...
tapi bagaimana aku bisa mendengarnya
dia bersuara begitu sayup
di tengah gelombang panas yang berdenyut-denyut
bahkan hatiku sendiri pun tak bisa mendengar
***
sekarang hanya tinggal aku
tergolek lemas di gurun ini tanpa air
hatiku pun entah kemana
mataku sudah mulai buram
tubuhku hampir terpanggang
asaku sudah sedari tadi kering
tak ada yang ku pikirkan selain jam pasir
aku menjelma menjadi nya
sedikit demi sedikit terisap masuk ke dalam pusaran
lalu musnah ....
lalu, seharusnya aku akan bergulir
menjadi momentum waktu yang baru
namun aku belum juga menyusut dan terhisap
kupasang semua inderaku
untuk merasakan setiap gerak tubuhku secara detail
denyut nadiku kedengaran seperti gendang
kedipan pun kurasakan seperti slow motion
kemana aku setelah ini?
pada siapa kita bertanya bila ingin pergi ke suatu tempat?
ya! pada peta! katakan..PETA!
masih juga percaya pada fatamorgana
tapi jangan salahkan aku...
semuanya begitu nyata
bahkan aku bisa mendengar riak air
aku juga melihat burung-burung
dan hewan gurun lain singgah di sana
tanda-tanda juga mengarahkan ku ke sana
hanya hati ku yang mengatakan tidak...
tapi bagaimana aku bisa mendengarnya
dia bersuara begitu sayup
di tengah gelombang panas yang berdenyut-denyut
bahkan hatiku sendiri pun tak bisa mendengar
***
sekarang hanya tinggal aku
tergolek lemas di gurun ini tanpa air
hatiku pun entah kemana
mataku sudah mulai buram
tubuhku hampir terpanggang
asaku sudah sedari tadi kering
tak ada yang ku pikirkan selain jam pasir
aku menjelma menjadi nya
sedikit demi sedikit terisap masuk ke dalam pusaran
lalu musnah ....
lalu, seharusnya aku akan bergulir
menjadi momentum waktu yang baru
namun aku belum juga menyusut dan terhisap
kupasang semua inderaku
untuk merasakan setiap gerak tubuhku secara detail
denyut nadiku kedengaran seperti gendang
kedipan pun kurasakan seperti slow motion
kemana aku setelah ini?
pada siapa kita bertanya bila ingin pergi ke suatu tempat?
ya! pada peta! katakan..PETA!
Journey To Angkasan
Journey to angkasan
Waktu aku masih kecil, aku ngga pernah merasa lebih enak
dari orang lain karena aku tinggal di lembah pegunungan Leuser.
Aku juga ngga pernah berpikir kalau in the next 20 years aku
akan sebegitu exited-nya melewati tempat tinggal ku dulu.
But this time further, aku ke Blangkejeren.
Another 2,5 hours from my childhood neighborhood.
Sesampai disana kami sarapan lontong mie. My favorite.
Kami juga belanja-belanji di pasar tradisional.
Aku dan Yanti sempat juga membeli beberapa sumpit
(aku lupa nama lokalnya)
yang terbuat dari anyaman pandan.
4 hari totalnya aku di daerah ini. Diawali dari desa Penosan Sepakat,
desa titik start pendakian menuju Leuser. Kami (with another
2 friends) memang tidak berencana ke Leuser, hanya puncak
di bawah Leuser saja. Pucuk Angkasan ( 2200-an mdpl).
Tau Mr. Jally kan? Hantunya Leuser.(terlau Narcism kalo dibilang
yang punya Leuser hehehehe... -Peace mr. Jaly)
Sebagai giude dan kenalan, kami singgah dirumahnya silaturrahmi
dan kunjungan balasan (halah!) sekalian menitipkan beberapa
barang non-peralatan pendakian. Laptop, body moisture, sabun,
apalagi komik Conan kaya'nya
ngga diperlukan di puncak.
Malam pertama kami bermalas-malasan di Green Sineubuk.
Masih baru, setelah beberapa tahun lalu "di"lalap api.
Ada 4 bungalow dan 1 kantin. Tepat di pinggir sungai,
ada batu besar, extreeeemly huge. Sudah dipasangi hanger
pula. Karena kami bukan pemanjat, jadi foto-foto bugil saja
sebagai media pengabadian suasana.
Bang Jaly bilang kalau Jufe sering berjam-jam
di batu itu. Ngobrol-ngobrol dan getting high.
Kami juga dibuatkan gelang dan cincin dari rotan.
(sampe hari ini gelangnya masih kupakai)
Dingin sekali disana, setelah foto-foto dan mandi-mandi dan
makan-makan
kami melewatkan malam yang dingin dengan main batu
domino sambil nge-teh jahe. Menjelang gelap Bang Udin,
adik Mr. Jally datang, dia yang akan nge-guide kami ke
Pucuk Angkasan. Budin, anak Mr. Jally akan menyusul
besok pagi-pagi membawa tenda tambahan.
Budin baru pertama kali ke Pucuk Angkasan. Maybe his father
thought that this is the perfect time to his son to get there.
Gimana ga perfect, perjalanan 1 jam ke Tobacco Hut kami
tempuh 1,5 jam !! (man!)
Tobacco Hut
Meninggalkan Sineubok, jalan terjal menuju Tobacco Hut.
Jenis hutan hujan tropis yang umumnya dutumbuhi tumbuhan
Dipterocarpacea. Karena udah lama ngga pernah jalan lagi,
track ini benar-benar such a great warming up buat otot-otot
manjaku. Yanti dan Eric nampaknya enjoy aja, ya iya lah!
yanti si pemanjat kurus yang rajin joging, Eric si
traveller -paling tidak udah pernah ke Leuser- yang tiap
hari jalan kaki kemana-mana.
Blame on me! harusnya jam 10 udah nyampe di Tobacco Hut.
Sebuah ladang tembakau yang sudah tidak digarap lagi.
Trauma petani akan pemerasan, membuat ladang subur itu ditumbuhi
ilalang dan rumput liar. Disebuah pondok -yang dibangun buat
siapa saja yang datang- kami beristirahat, masak mie instant,
Budin belum sarapan dari tadi pagi. Pondok kolaborasi
bambu dan jerami reot ini ber"lantai" dua. Dibawah, bagian yang
tak berdinding, sepertinya buat sapi atau kerbau, sementara
lantai atas, bisa digunakan manusia untuk sekedar berteduh
hujan atau mengistirahatkan penat. Yanti memetik tomat
(Tomat aceh) yang dibiarkan tumbuh di sekeliling pondok.
Lumayan untuk menawarkan rasa penyedap Mie Sakura.
Session selanjutnya, like any other fun-traveller, kami foto-foto.
Siluet yang oke, karena kami berada di dalam pondok yang agak
gelap. Tapi se-oke-okenya, kami cuma pake kamera pocket digital.
Yang dikata sama Fotografer-fotografer keren se-kelas Andi Lubis
(fotografer senior harian Analisa), "ga penting kameranya,
tapi man behind the camera". Karena "man" behind camera,
jadi lah Eric di daulat sebagai pemegang kamera,
dan kami modelnya (*klutuk*).
Next destination is Pucuk Angkasan. Dari sini -terakhir kali
bang udin sama Jufe beberapa minggu lalu- 8 jam full tracking
menuju puncak. Bagian pertama (bah! kayak cerita aja)
kami melewati ilalang (ini bagian yang aku suka).
Diantara lalang-lalang itu, aku mencium wangi yang sedap sekali,
seperti wangi sereh. Aku tau, kalau ini adalah wangi ilalang yang
mengeluarkan aroma karena kena gesekan langkah-langkah kami.
Lalu kami melewati beberapa jenis hutan. Hutan tropis
ber-dipterocarpaceae, diselingi rotan-rotan kecil,
lalu selama 2 jam (chapter 3 kali ya?) kami berada di hutan lumut.
Oh ya! jangan lupa, mau itu chapter 1 atau chapter 4 nantinya,
kami selalu berada dalam udara yang extremly damn cold! dan
sesekali diantara kabut. Nah! yang paling ga enak nih, kalau kita
berpegangan pada dahan yang berlumut, uih!
serasa menggenggam es.
Di hutan lumut ini juga kami ketemu bebepa asesoris hutan.
Ada anggrek hutan, (shit! sampe hari ini aku ngga punya buku
identifikasi tumbuhan,) nih ciri-cirinya:
-bunganya kecil berbentuk terompet
-warna bunga: ungu
-daun kurus lancip
Ada juga jamur, menurut ku kereeeeeen kali, karena aku suka sekali
warna orange.Ketemu juga sama beberapa species kantung semar
-Cie! sok tau, jangan-jangan cuma 1 spesies, cuma dalam
masa pertumbuhan yang berbeda-. (Biarin!).
Setelah hutan lumut, menjelang puncak kami berganti jenis hutan.
Khas puncak. Ngga ngerti sih! tapi jenisnya palem-paleman gitu,
ada juga rumput-rumput dan ilalangnya. (liat foto aja ya?).
Nah! tepat di saat mulai berganti hutan inilah kami sampai di
sebuah shelter. A perfect time and point to lunch.
Sudah jam 2 siang rupanya. Pantes kampung tengah sudah mulai
repot. Seperti makan siang pendakian umumnya,
kami makan roti, nutrisari, coklat dan permen. Kata Bang udin,
3 jam lagi sampai puncak. Semangat lagi deh! Baru aja mau
berangkat, kami kedatangan teman, mereka baru aja turun dari
pucuk angkasan. Setelah selidik-selidik, baru mereka berani
menunjukkan bawaaannya, tepatnya panenannya.
"Mereka udah seminggu diatas, baru panen". Kata bang Udin.
Kami lalu ditunjukkan isi goni-goni plastik itu.
Fualaa...!!! Eric langsung screaming ala fans Bob Marley!
Trus, Biasa! langsung foto-foto dengan barbut (barang bukti -red).
The last awesome 4 hours! kami disuguhkan panorama-panorama
yang amazing! punggungan yang berlapis-lapis, nothing but green
and blue. Agak lambat kami menyelesaikan chapter 4 ini. 3,5 jam.
Tertatih-tatih aku menuju pilar. Akhirnya! Finally! Jeng..jeng...
tibalah kami di Pilar Angkasan. Bang Udin dan Budin udah sampai
duluan mereka udah mulai mendirikan tenda dan "illegal logging"
untuk kayu bakar. Selesai api unggun dinner kami ngobrol-ngobrol
sambil nge-teh ngopi di sekitar api. Sayang, aku demam, jadi sisa
malam itu aku cuma dengar-dengar aja mereka yang lagi
'genye-genye' dan main batu domino.Ampuuun dinginnya,
mana ujan lagi. Jadilah kami semua cuma tidur-tidur ayam.
Selain aku, mereka begadang sampe jam 2 menyambut pergantian
tahun.
Happy New Year!!!!
Kali ini, aku melewatkan private evaluasi and wishes.
Tapi, sudah kubisikkan pada ranting-ranting dan langit cerah esok
harinya, kalau aku ingin jadi sesuatu tahun ini. Istilah Paulo Coelho
di Alkemis-nya "to fulfil your personal legend".
Subuh-subuh, Alarm Eric membangunkan tidur ayam ku. Mau lihat
sunrise tahun baru katanya. Sementara aku masih bergulung di
sleeping bag. Bisa tidur juga akhirnya. Jam 10, aku dan Yanti
menyiapkan sarapan. Masih berapi-unggun ria hasil illegal logging
bang Udin. Jam 11 kami meninggalkan Puncak. Jalan pulang ternyata
lebih memilukan (hu..hu..). Logikanya, naik terjal amat, pasti
turunnya terjal amat juga. Lutut lemes, tapak kaki lecet, pinggul
berceceran. Tapi kami lebih santai, bisa foto-foto Fauna.
Kami juga melewati sebuah gua vertikal pendek yang bermuara di
sungai. Gua ini didiami kelelawar dan harimau. Tapi tentu saja,
karena ini siang hari, kami hanya menjumpai kelelawar saja.
Sang "nenek" -sebutan untuk harimau- pastilah sedang bermain
bersama dayang-dayang di singgasananya.
Jam 3.30 kami tiba lagi di Tobacco Hut. Yippie! Mie sakura lagi.
Kali ini plus cabe yangpuedhesbanget (karena tidak pakai pupuk)
plus daun bawang. Busyeeet... Uenaaaak banget. Udara dingin begini!
Jam 4 kami bergerak turun lagi. dari sini 1 jam ke Sineubok Green.
Di jalan, kami sempat mengambil beberapa batang rotan-rotan kecil.
Yanti bilang ntar bisa buat gelang buat oleh-oleh.
Kali ini kami cuma singgah sebentar di Sineubok Green. Si Eric,
pake lagak mau mandi lagi. Beee! ga tau dia! siang aja super dingin
apalagi sore dan sudah mulai gelap begini. Benar saja! baru 5 menit
dia nyengar-nyengir balik ke Bungalow. Kami memutuskan untuk
bermalam dirumah Mr. Jaly saja. Capek kali soalnya. Jam 7.30 kami
sampai. Disana ada Manto yang sudah menunggu dengan senyum
manisnya. Langsung disuguhi kopi (uenak-banget) gayo.
Setelah bersih-bersih di kamar mandi (yang di aliri air sungai yang
tak henti-henti) ala kadarnya (busyet... how many times a month do
people around here take a bath in a day? dingin kaleee) kami tidur,
kali ini pulas.
Besok harinya kami hanya bermalas-malasan memanjakan badan.
Cuma Manto si gila foto yang jalan-jalan ke Blang Lopa, sebuah telaga
"surgawi" yang berjarak 4 km dari rumah Mr. Jaly.
Sorenya kami berangkat pulang ke Medan. My lovely hometown.
Perjalanan ini meninggalkan sesuatu di hatiku. Keakraban dan
keramahan masyarakat sekitar, yang tampaknya begitu rindu akan
lelangkah kaki tamu atau mereka biasa menyebutnya turis.
Mereka selalu mengundang kami ke rumahnya, yang aku tau
ukan basa-basi. Satu lagi yang kulihat, rumah Mr. Jaly pun tak pernah
sepi dari kedatangan orang-orang, sekadar minum kopi atau menghisap
rokok daun. Begitu akrab suasananya. Kalau tiba saatnya jam makan,
maka siapa yangada di rumah pasti juga ikut makan. Bukan aji mumpung,
itu ku tau dari istri Mr. Jaly, karena tadi pagi, waktu kami masih pulas,
ternyata Mr. Jaly sarapan di tempat tetangga. Itu memang hal yang biasa
di sana.
Ah! kalau saja lebih banyak yang mengerti lagu John Lennon "Imagine".
Mungkin secara sederhana, beginilah terapannya, isn't it Mr. Lennon?
Kompas USU 1:14 am January 9
Waktu aku masih kecil, aku ngga pernah merasa lebih enak
dari orang lain karena aku tinggal di lembah pegunungan Leuser.
Aku juga ngga pernah berpikir kalau in the next 20 years aku
akan sebegitu exited-nya melewati tempat tinggal ku dulu.
But this time further, aku ke Blangkejeren.
Another 2,5 hours from my childhood neighborhood.
Sesampai disana kami sarapan lontong mie. My favorite.
Kami juga belanja-belanji di pasar tradisional.
Aku dan Yanti sempat juga membeli beberapa sumpit
(aku lupa nama lokalnya)
yang terbuat dari anyaman pandan.
4 hari totalnya aku di daerah ini. Diawali dari desa Penosan Sepakat,
desa titik start pendakian menuju Leuser. Kami (with another
2 friends) memang tidak berencana ke Leuser, hanya puncak
di bawah Leuser saja. Pucuk Angkasan ( 2200-an mdpl).
Tau Mr. Jally kan? Hantunya Leuser.(terlau Narcism kalo dibilang
yang punya Leuser hehehehe... -Peace mr. Jaly)
Sebagai giude dan kenalan, kami singgah dirumahnya silaturrahmi
dan kunjungan balasan (halah!) sekalian menitipkan beberapa
barang non-peralatan pendakian. Laptop, body moisture, sabun,
apalagi komik Conan kaya'nya
ngga diperlukan di puncak.
Malam pertama kami bermalas-malasan di Green Sineubuk.
Masih baru, setelah beberapa tahun lalu "di"lalap api.
Ada 4 bungalow dan 1 kantin. Tepat di pinggir sungai,
ada batu besar, extreeeemly huge. Sudah dipasangi hanger
pula. Karena kami bukan pemanjat, jadi foto-foto bugil saja
sebagai media pengabadian suasana.
Bang Jaly bilang kalau Jufe sering berjam-jam
di batu itu. Ngobrol-ngobrol dan getting high.
Kami juga dibuatkan gelang dan cincin dari rotan.
(sampe hari ini gelangnya masih kupakai)
Dingin sekali disana, setelah foto-foto dan mandi-mandi dan
makan-makan
kami melewatkan malam yang dingin dengan main batu
domino sambil nge-teh jahe. Menjelang gelap Bang Udin,
adik Mr. Jally datang, dia yang akan nge-guide kami ke
Pucuk Angkasan. Budin, anak Mr. Jally akan menyusul
besok pagi-pagi membawa tenda tambahan.
Budin baru pertama kali ke Pucuk Angkasan. Maybe his father
thought that this is the perfect time to his son to get there.
Gimana ga perfect, perjalanan 1 jam ke Tobacco Hut kami
tempuh 1,5 jam !! (man!)
Tobacco Hut
Meninggalkan Sineubok, jalan terjal menuju Tobacco Hut.
Jenis hutan hujan tropis yang umumnya dutumbuhi tumbuhan
Dipterocarpacea. Karena udah lama ngga pernah jalan lagi,
track ini benar-benar such a great warming up buat otot-otot
manjaku. Yanti dan Eric nampaknya enjoy aja, ya iya lah!
yanti si pemanjat kurus yang rajin joging, Eric si
traveller -paling tidak udah pernah ke Leuser- yang tiap
hari jalan kaki kemana-mana.
Blame on me! harusnya jam 10 udah nyampe di Tobacco Hut.
Sebuah ladang tembakau yang sudah tidak digarap lagi.
Trauma petani akan pemerasan, membuat ladang subur itu ditumbuhi
ilalang dan rumput liar. Disebuah pondok -yang dibangun buat
siapa saja yang datang- kami beristirahat, masak mie instant,
Budin belum sarapan dari tadi pagi. Pondok kolaborasi
bambu dan jerami reot ini ber"lantai" dua. Dibawah, bagian yang
tak berdinding, sepertinya buat sapi atau kerbau, sementara
lantai atas, bisa digunakan manusia untuk sekedar berteduh
hujan atau mengistirahatkan penat. Yanti memetik tomat
(Tomat aceh) yang dibiarkan tumbuh di sekeliling pondok.
Lumayan untuk menawarkan rasa penyedap Mie Sakura.
Session selanjutnya, like any other fun-traveller, kami foto-foto.
Siluet yang oke, karena kami berada di dalam pondok yang agak
gelap. Tapi se-oke-okenya, kami cuma pake kamera pocket digital.
Yang dikata sama Fotografer-fotografer keren se-kelas Andi Lubis
(fotografer senior harian Analisa), "ga penting kameranya,
tapi man behind the camera". Karena "man" behind camera,
jadi lah Eric di daulat sebagai pemegang kamera,
dan kami modelnya (*klutuk*).
Next destination is Pucuk Angkasan. Dari sini -terakhir kali
bang udin sama Jufe beberapa minggu lalu- 8 jam full tracking
menuju puncak. Bagian pertama (bah! kayak cerita aja)
kami melewati ilalang (ini bagian yang aku suka).
Diantara lalang-lalang itu, aku mencium wangi yang sedap sekali,
seperti wangi sereh. Aku tau, kalau ini adalah wangi ilalang yang
mengeluarkan aroma karena kena gesekan langkah-langkah kami.
Lalu kami melewati beberapa jenis hutan. Hutan tropis
ber-dipterocarpaceae, diselingi rotan-rotan kecil,
lalu selama 2 jam (chapter 3 kali ya?) kami berada di hutan lumut.
Oh ya! jangan lupa, mau itu chapter 1 atau chapter 4 nantinya,
kami selalu berada dalam udara yang extremly damn cold! dan
sesekali diantara kabut. Nah! yang paling ga enak nih, kalau kita
berpegangan pada dahan yang berlumut, uih!
serasa menggenggam es.
Di hutan lumut ini juga kami ketemu bebepa asesoris hutan.
Ada anggrek hutan, (shit! sampe hari ini aku ngga punya buku
identifikasi tumbuhan,) nih ciri-cirinya:
-bunganya kecil berbentuk terompet
-warna bunga: ungu
-daun kurus lancip
Ada juga jamur, menurut ku kereeeeeen kali, karena aku suka sekali
warna orange.Ketemu juga sama beberapa species kantung semar
-Cie! sok tau, jangan-jangan cuma 1 spesies, cuma dalam
masa pertumbuhan yang berbeda-. (Biarin!).
Setelah hutan lumut, menjelang puncak kami berganti jenis hutan.
Khas puncak. Ngga ngerti sih! tapi jenisnya palem-paleman gitu,
ada juga rumput-rumput dan ilalangnya. (liat foto aja ya?).
Nah! tepat di saat mulai berganti hutan inilah kami sampai di
sebuah shelter. A perfect time and point to lunch.
Sudah jam 2 siang rupanya. Pantes kampung tengah sudah mulai
repot. Seperti makan siang pendakian umumnya,
kami makan roti, nutrisari, coklat dan permen. Kata Bang udin,
3 jam lagi sampai puncak. Semangat lagi deh! Baru aja mau
berangkat, kami kedatangan teman, mereka baru aja turun dari
pucuk angkasan. Setelah selidik-selidik, baru mereka berani
menunjukkan bawaaannya, tepatnya panenannya.
"Mereka udah seminggu diatas, baru panen". Kata bang Udin.
Kami lalu ditunjukkan isi goni-goni plastik itu.
Fualaa...!!! Eric langsung screaming ala fans Bob Marley!
Trus, Biasa! langsung foto-foto dengan barbut (barang bukti -red).
The last awesome 4 hours! kami disuguhkan panorama-panorama
yang amazing! punggungan yang berlapis-lapis, nothing but green
and blue. Agak lambat kami menyelesaikan chapter 4 ini. 3,5 jam.
Tertatih-tatih aku menuju pilar. Akhirnya! Finally! Jeng..jeng...
tibalah kami di Pilar Angkasan. Bang Udin dan Budin udah sampai
duluan mereka udah mulai mendirikan tenda dan "illegal logging"
untuk kayu bakar. Selesai api unggun dinner kami ngobrol-ngobrol
sambil nge-teh ngopi di sekitar api. Sayang, aku demam, jadi sisa
malam itu aku cuma dengar-dengar aja mereka yang lagi
'genye-genye' dan main batu domino.Ampuuun dinginnya,
mana ujan lagi. Jadilah kami semua cuma tidur-tidur ayam.
Selain aku, mereka begadang sampe jam 2 menyambut pergantian
tahun.
Happy New Year!!!!
Kali ini, aku melewatkan private evaluasi and wishes.
Tapi, sudah kubisikkan pada ranting-ranting dan langit cerah esok
harinya, kalau aku ingin jadi sesuatu tahun ini. Istilah Paulo Coelho
di Alkemis-nya "to fulfil your personal legend".
Subuh-subuh, Alarm Eric membangunkan tidur ayam ku. Mau lihat
sunrise tahun baru katanya. Sementara aku masih bergulung di
sleeping bag. Bisa tidur juga akhirnya. Jam 10, aku dan Yanti
menyiapkan sarapan. Masih berapi-unggun ria hasil illegal logging
bang Udin. Jam 11 kami meninggalkan Puncak. Jalan pulang ternyata
lebih memilukan (hu..hu..). Logikanya, naik terjal amat, pasti
turunnya terjal amat juga. Lutut lemes, tapak kaki lecet, pinggul
berceceran. Tapi kami lebih santai, bisa foto-foto Fauna.
Kami juga melewati sebuah gua vertikal pendek yang bermuara di
sungai. Gua ini didiami kelelawar dan harimau. Tapi tentu saja,
karena ini siang hari, kami hanya menjumpai kelelawar saja.
Sang "nenek" -sebutan untuk harimau- pastilah sedang bermain
bersama dayang-dayang di singgasananya.
Jam 3.30 kami tiba lagi di Tobacco Hut. Yippie! Mie sakura lagi.
Kali ini plus cabe yangpuedhesbanget (karena tidak pakai pupuk)
plus daun bawang. Busyeeet... Uenaaaak banget. Udara dingin begini!
Jam 4 kami bergerak turun lagi. dari sini 1 jam ke Sineubok Green.
Di jalan, kami sempat mengambil beberapa batang rotan-rotan kecil.
Yanti bilang ntar bisa buat gelang buat oleh-oleh.
Kali ini kami cuma singgah sebentar di Sineubok Green. Si Eric,
pake lagak mau mandi lagi. Beee! ga tau dia! siang aja super dingin
apalagi sore dan sudah mulai gelap begini. Benar saja! baru 5 menit
dia nyengar-nyengir balik ke Bungalow. Kami memutuskan untuk
bermalam dirumah Mr. Jaly saja. Capek kali soalnya. Jam 7.30 kami
sampai. Disana ada Manto yang sudah menunggu dengan senyum
manisnya. Langsung disuguhi kopi (uenak-banget) gayo.
Setelah bersih-bersih di kamar mandi (yang di aliri air sungai yang
tak henti-henti) ala kadarnya (busyet... how many times a month do
people around here take a bath in a day? dingin kaleee) kami tidur,
kali ini pulas.
Besok harinya kami hanya bermalas-malasan memanjakan badan.
Cuma Manto si gila foto yang jalan-jalan ke Blang Lopa, sebuah telaga
"surgawi" yang berjarak 4 km dari rumah Mr. Jaly.
Sorenya kami berangkat pulang ke Medan. My lovely hometown.
Perjalanan ini meninggalkan sesuatu di hatiku. Keakraban dan
keramahan masyarakat sekitar, yang tampaknya begitu rindu akan
lelangkah kaki tamu atau mereka biasa menyebutnya turis.
Mereka selalu mengundang kami ke rumahnya, yang aku tau
ukan basa-basi. Satu lagi yang kulihat, rumah Mr. Jaly pun tak pernah
sepi dari kedatangan orang-orang, sekadar minum kopi atau menghisap
rokok daun. Begitu akrab suasananya. Kalau tiba saatnya jam makan,
maka siapa yangada di rumah pasti juga ikut makan. Bukan aji mumpung,
itu ku tau dari istri Mr. Jaly, karena tadi pagi, waktu kami masih pulas,
ternyata Mr. Jaly sarapan di tempat tetangga. Itu memang hal yang biasa
di sana.
Ah! kalau saja lebih banyak yang mengerti lagu John Lennon "Imagine".
Mungkin secara sederhana, beginilah terapannya, isn't it Mr. Lennon?
Kompas USU 1:14 am January 9
Sunday, January 7, 2007
Kekasih ^_^
Bagiku, kekasih, bahagia itu seperti sejuknya
-udara.....
di antara pepohonan.
Romantis, kekasih, adalah gugurnya
d
a
u
n - daun.....
diakhir penghujan.
Matahari senja dibalik
pohon-pohon...
yang ditiup angin, kekasihku... adalah m e s r a . . .
Dan aku rindu melihat
bulan purnama
yang merah dan BESAR,
begitu besarnya hingga -terasabegitudekat- denganku.
Ketiadaanmu dipilih a l a m agar dia dapat
ku n i k m a t i...
lebih khusyu' dan dalam.
Dianggapnya kehadiranmu
adalah kuasa kabut bayang antara aku dan dia.
Tidaklah penat kurasa semua keajaiban ini
yang begitu menyentuh kalbu hatiku.
Pabila kau mendapati aku tepekur diantara gugurnya
daun-daun dibawah pohon-pohon yang bergoyang diantara
warna matahari senja...
kecuplah keningku, dan katakan cinta.
Medan, 12:01 5 Januari 2007
-udara.....
di antara pepohonan.
Romantis, kekasih, adalah gugurnya
d
a
u
n - daun.....
diakhir penghujan.
Matahari senja dibalik
pohon-pohon...
yang ditiup angin, kekasihku... adalah m e s r a . . .
Dan aku rindu melihat
bulan purnama
yang merah dan BESAR,
begitu besarnya hingga -terasabegitudekat- denganku.
Ketiadaanmu dipilih a l a m agar dia dapat
ku n i k m a t i...
lebih khusyu' dan dalam.
Dianggapnya kehadiranmu
adalah kuasa kabut bayang antara aku dan dia.
Tidaklah penat kurasa semua keajaiban ini
yang begitu menyentuh kalbu hatiku.
Pabila kau mendapati aku tepekur diantara gugurnya
daun-daun dibawah pohon-pohon yang bergoyang diantara
warna matahari senja...
kecuplah keningku, dan katakan cinta.
Medan, 12:01 5 Januari 2007
Friday, January 5, 2007
Gitar Taman
Seorang gitar sedang duduk di taman yang di penuhi bunga Iris.
Kemarin aku juga melihatnya di sana, tapi sedikit berbeda agaknya,
hari ini dia tidak memetik dawainya. Cuma melamun.
Memang sih, kemarin dia di temani teman cantiknya,
sambil makan sandwich yang di beli si cantik dari toko "de moiselle"
di seberang taman dekat museum.
Mungkin kemarin mereka baru jadian, karena, keduanya, dari tempat aku duduk,
bisa kulihat senyum kasmarannya.
Kemana ya si cantik? masa baru sehari dia udah sendiri lagi.
Mau nanya, tapi takut dia marah, tapi aku juga ngga rela kalau dia sedih.
Cuma dia gitar tampan yang ada di sekitar taman ini yang paling sering
membuat lagu, nada-nadanya pun selalu membuat kita terhanyut dalam hayal.
Demi semua pengunjung taman, aku datangi dia. Awalnya aku pura-pura
berjalan sambil memencet-mencet handphone ku supaya kedatanganku tidak
terlihat begitu di sengaja. Tepat 2 meter vertikal di hadapannya, aku menegur.
"Eh gitar? lagi disini?". Raut nya agak malas menjawab,
tapi masih ada signal "need a friend" di pipinya yang agak terangkat
setengah gelombang. "iya nih", tepat saat aku berada disampingnya.
Dia orang yang tertutup, sehingga aku hanya mereka-reka keajadian sebenarnya
dari beberapa kalimatnya. Dia cuma bilang kalau antara dia dan si cantik
sudah tidak cocok lagi. Aku ngga berani bertanya terlalu dalam.
Dengan lembut kurangkul dia, ku sentuh dawainya yang dingin.
"boleh aku memetik mu?". Dia tidak menjawab, hanya menaikkan setengah
gelombang pipinya lagi, kali ini diikuti dengan bibir.
Kupasang nada D. Karena biasanya nada ini sering dipakai untuk lagu balada.
Dia agak tersenyum, mungkin mengerti maksudku. Kutambah beberapa nada lagi dan lagi.
Sampai akhirnya malam, kuajak dia menginap di tempatku.
Sejak hari itu, kami sering berdua di taman Iris itu. Dengan sandwich tentunya.
Dan sampai hari ini, belum ada lagi senyum setengah gelombang dari kami berdua.
P.S : Mainkan nadamu, pilih lagumu, riangkan harimu.
Hidup ini adalah nada-nada.
Subscribe to:
Posts (Atom)